Serabut
mendung berarak di horizon, semilir sang bayu tampak semakin keras
menelusuri sang bahana. Tetapi lelaki itu tertawa2, semakin lama
semakin keras dia tertawa. Rambut panjang tak terawat yang
dipunyainya juga semakin awut2an diterjang sang bayu. Sekejap
kemudian dia diam, tercenung, mukanya jauh memandang ke haribaan
bumi, seolah2 ingin menelanjangi bumi, menembusnya hingga ke pusat2
syarafnya yang panas penuh magma. Sekejap kemudian dia menangis,
mengingat masa2 itu, masa kebodohannya, masa dimana dia tidak sanggup
mentransformasikan ide2 revolusionernya kedalam strategi yang
sistematik. Dia semakin sesenggukan, bulir2 air jatuh dari kelopak
matanya.
“ Aku,
akulah tuhan itu, aku….aku…aku..iya aku…”
Dia
semakin tertunduk, airmatanya semakin deras. Sungguh dia menyesali
satu ucapannya, yang kelak akan menjadi boomerang bagi kedewasaan
manusia. “ Pintu kerajaan surga, hanya melaluiku”, kenapa dulu
dia bilang seperti itu. Jengah dia sudah melihat tingkah laku manusia
yang mengaku menjadi pengikutnya. Dipandang dari sudut manapun tidak
patut dia menjadi tuhan, hanya menambah malu saja daftar rentetan
kebodohan manusia sepanjang masa. Setelah beribu2 tahun manusia
menyembah2 petir, menyembah matahari, menyembah bintang, menyembah
api, nah ini sekarang malah menyembah manusia, manusia yang menyembah
manusia. Kedengaran sangat klise, tetapi itu terjadi. Di saat manusia
sudah tahu bahwa semesta punya milyaran galaksi, trilyunan matahari,
dan milyaran trilyun planet, masih saja ada yang percaya bahwa bumi
adalah pusat semesta, tuhan menurunkan makhluk terbaiknya di bumi,
manusia adalah kalifah bumi, dan sebagainya dan seterusnya. Serasa
ingin muntah, melihat kemunafikan dan kebodohan manusia2 yang
ditinggalkannya.
Aku
sudah tidak perduli, toh di saat ini, di masa ini, di jaman komputer
ini, diperbaikinya sikap itu dengan teosofi dan filsafat perennial
tetap tak mengubah pandangan manusia akan kesuperioran ajaran yang
dibawanya. Adakah keselamatan di luar aku, jawabnya keras sekali,
tidak tidak….tidaaaakkk dan tidaaaaaaak.
“Sudah
kuputuskan, aku akan menikahinya”
demikianlah sabda tuhan waktu itu. Tetapi manusia memang
pintar mengakali tuhan, sehingga keputusan tuhan pun dibelokkan oleh
manipulasi sejarah. Aku maklum walaupun aku marah, sejarah memang tak
lepas dari kemauan yang membuatnya. Sejarah sering dikorupsi demi
kepentingan politik yang menulisnya. Semua murid laki2ku tidak
menyetujuinya, bahkan terkesan sinis, tapi aku tak bergeming dengan
keputusanku. Bukan keinginan nafsuku yang membuat aku memutuskan
untuk menikah, tetapi dari keinginan terdalamku untuk melawan stigma
perspektif negatif tentang sex sekaligus mengentaskan perempuan dari
penindasan yang mereka alami.
Yang
tidak orang ketahui, dia bukanlah pelacur. Dia adalah seorang wanita
cerdas yang kuangkat sebagai sahabat sekaligus istriku. Dan dia
adalah nabiku, karena aku ingin mengguncang alam pemikiran manusia,
wanita pun berhak menjadi nabi. Dia bahkan kuangkat sebagai nabi
diantara nabi. Walau akhirnya aku harus merasa kalah dengan umatku
sendiri, bias patriarki dalam hirarki ajaranku akhirnya membawa
kampanye hitam atas istriku. Istriku dicap sebagai pelacur, tanpa
satu buktipun yang mendukung. Tapi peduli amat, memangnya kenapa
kalau aku menikahi pelacur, pelacur adalah profesi yang perlu
dihormati. Apalagi jika itu dilakukan dengan sepenuh hati dan tanpa
paksaan, dan aku percaya pelacur raga masih punya hati nurani, yang
bejat adalah pelacur jiwa, pelacur2 intelektual. Dan aku merasa kalah
lagi, umatku terlalu mengagungkan moralisme tradisionalnya, moralisme
konservatif yang tidak berdasar. Moralisme tradisional biasanya malah
justru melegitimasi represi atas nama gender. Dan aku sudah muak
dengan moralisme tradisional dan penjaga2nya yang sok suci.
Moralismeku adalah moralisme substansi, bahwa siapapun berhak
menentukan preferensi eskpresi hidupnya dengan koridor tidak menindas
pihak lain.
Memang
jejak2ku sengaja dihapuskan atau dibelokkan, tapi aku tidak putus asa
karenanya. Karena aku tahu bagaimana roda dunia perlu berputar,
karena aku tahu bagaimana sejarah itu dibentuk, dan aku tahu
bagaimana kepercayaan itu diciptakan. Ajaranku yang
diinstitutisionalkan menjadi kendaraan politik paling wahid.
Sekarang
betapa jauh asap daripada api, dan asap membubung memenuhi angkasa
luas. Kadang, aku bangga juga dengan tersebar luasnya ajaranku,
hampir sepertiga penduduk bumi memeluk ajaranku, tetapi aku tidak
bisa menjamin bahwa aplikasi teologinya akan menopang teologi
intinya.
Kunyalakan sekedar api unggun didepanku untuk
menghangatkan kebekuan hatiku, karena otakku memang sudah tidak bisa
kugunakan untuk berpikir lagi. Aku sudah jenuh dan tidak tahu lagi
harus berbuat apa, nasi sudah menjadi bubur, dan mukjizat apapun
belum tentu bisa membalikkan situasi yang sudah mengkooptasi alam
pemikiran manusia saat ini.
“Kisanak,
jangan bersedih, ini waktunya mengobarkan revolusi pemikiran
spiritualitas. Jika engkau sudah merasa kalah sekarang, siapa lagi
yang akan mampu menang.”
Kuusap
mataku, berkali2 dan kulihat kanan kiri, dan secepat kilat kumenoleh
ke belakang. Bajingan, wanita berbaju putih itu yang bicara tadi,
mengagetkan aku saja. Kulihat dia tersenyum, dan menyalamiku dengan
santun.
“Siapa
engkau..?” kuberanikan diri langsung bertanya kepadanya.
“Aku
‘Bumi' anakku, putih bajuku adalah kesadaranku akan rentangku yang
menyemikan kebijaksanaanku, aku datang kepadamu hanya untuk
mewartakan bahwa engkau tidak sendiri anakku.”
“Jangan
ngawur kau Nenek Tua, aku tidak pernah tahu siapa itu bapakku, karena
ibuku selalu menyembunyikannya. Dan kau datang2 memanggil aku anak.
Ibuku hanya mengatakan dua hal, bapakku bukanlah laki2 yang akhirnya
menikahi ibuku, dan bapakku adalah manusia biasa.”
“
Anakku, semua yang ada di bumi ini adalah anakku. Akulah
yang menyaksikan semua tingkah laku mereka dari lahir sampai mati.
Akulah ibu segala ibu.”
Aku
akhirnya manggut2, walaupun bingung kepada wanita tua yang mengaku
bernama Bumi ini.
“
Anakku, orang2 sepertimu adalah orang2 revolusioner,
berani menentang status quo, melawan arus mayoritas, dan tentunya
pecinta2 sejati. Tetapi seringkali sepeninggal orang2 sepertimu, para
pengikutmu melabeli hidupmu dengan mukjizat dan cerita2 irasional,
dan tentunya banyak yang mengkultuskanmu. Tapi sekali lagi anakku,
kamu tidak sendiri. Pembawa ajaran besar yang pernah kusaksikan
selalu diperlakukan sama oleh umatnya. Dikorupsi sejarah hidupnya
untuk kemudian diagungkan melebihi yang semestinya, dan pada akhirnya
digunakan untuk kepentingan politik. Tentu saja, selalu ada hal2 baik
dalam ajaran kalian yang masih digunakan, tetapi sedikit banyak
ajaran kalian salah dimengerti.”
“
Sebentar2 Nenek Tua, kalau benar apa yang engkau bilang,
aku ingin ketemu dengan mereka.”
“
Hussss, dasar pemberontak kamu, namaku Bumi nak. Jangan
panggil nenek, tak jewer kamu ntar. Ikutlah denganku, aku akan
pertemukan kamu dengan pendahulu ataupun penerusmu. Tapi sebelumnya,
kamu tak ajak nonton film.”
Digelandanglah
aku sama nenek tua bernama Bumi itu, lho nenek tua lagi, semoga dia
tidak bisa membaca pikiranku. Memangnya aku anak kecil mau dibego2in,
kalau dia gadis cantik ya aku panggil gadis cantik, kalau
kenyataannya nenek tua ya mau bagaimana lagi. Dan cilaka dua belas,
dia ngajak nonton film, nonton film sama nenek tua oh oh oh , is
there anything better..?.
Aku
diajak memasuki sebuah tirai yang belakangnya gelap sekali, berdiri
sebentar tanganku dipegang oleh nenek tua itu. Wah jangan2, hhmm
jangan2, ….aku sudah agak takut2 gitu jangan2 ada sesuatu yang
ingin dilakukan nenek tua ini terhadapku. Tiba2 cahaya memancar
terang, kulihat beberapa fragmen film di layar besar. Eittzz,
sepertinya aku kenal dengan wanita itu, oww itu ibuku. Dia sedang
bermain2 dengan teman sebayanya, di fragmen yang lain aku lihat
kelahiran seorang bayi, oh oh oh itu ibuku yang melahirkan aku. Aku
lahir di musim semi, bukan di musim dingin seperti yang sebagian
besar manusia percayai. Fragmen yang lain lagi aku sedang berkhotbah
di taman dikelilingi oleh murid2 kepercayaanku. Nenek tua itu
ternyata menipuku, ini bukan film biasa, ini benar2 nyata kehidupanku
dulu. Tubuhku bergetar, mengenang masa2 berat perjuanganku melawan
ketidak adilan dan penindasan. Di saat yang sama aku juga bingung,
kekuatan apa yang dipunyai nenek tua ini bisa melihat balik
kehidupanku dulu.
Tak
terasa semalam suntuk aku menonton film bersama nenek tua itu.
Setelah film selesai kantuk segera menyerangku. Aku tertidur pulas.
Plaakkk….!!!!
Sesuatu
yang keras mendarat di pipiku.
“ Hey
pemberontak, bangun. Katanya ingin ketemu saudara2mu”
“ Eh
iya iya Nek eh salah iya Bumi. Habis ini kita kemana...?”
“ Hayo
ikut aku..”
Aku
digandeng menuju tirai yang satunya lagi. Tirai dibuka, wah gedung
film lagi seperti yang tadi, bedanya ini yang nonton lebih banyak.
“
Segera sana gabung dengan kawan2 yang senasib denganmu,
itu ada Muhammad, ada Sidharta, ada Ahmad Baha’i, ada Mani, ada
Zarathustra, dan banyak yang lain. Sengaja kubuatkan klub film
dokumenter buat kalian biar kalian lebih ‘sadar sejarah’.”
SUMBER : @ZIARAH KE MAKAM TUHAN BY M. AMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanx 4 comment